Kamis, 08 Agustus 2013

Dampak Ekonomi Produksi dan Produktifitas Padi




Oleh
Arya Ahsani Takwim
(Mahasiswa Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering
Universitas Mataram)

Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga negara-negara pengekspor pangan cenderung menahan produknya untuk dijadikan stok pangan. Mengingat kondisi global tersebut juga terjadi di Indonesia, maka ke depan Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan ketahanan pangan agar mampu menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya. Mengingat strategisnya pembangunan pertanian, maka pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan pada upaya meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga mampu untuk menggerakkan perekonomian nasional melalui kontribusinya dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan masyarakat serta berperan dalam pelestarian lingkungan melalui praktik budidaya pertanian yang ramah lingkungan. Untuk mencapai hal ini, arah kebijakan dan strategi yang ditempuh sampai 2011 diakumulasikan pada program pembangunan pertanian 2011. Sebagaimana yang tertuang dalam kontrak kinerja Mentri Pertanian dengan Presiden RI dalam kabinet jilid II. Point pertama yang penting di ingat adalah peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan.
Hal ini mempunyai arti penting yang sangat sangat strategis terutama bagi kesejahteraan padi. Peran beras dalam perekonomian Indonesia masih cukup besar. Ada empat indikator yang dapat digunakan untuk menilai peran tersebut yaitu (a) usaha tani padi menghidupi sekitar 20 juta keluarga petani dan buruh tani, serta menjadi urat nadi perekonomian pedesaan; (b) permintaan terhadap beras terus meningkat seiring dengan perambahan jumlah penduduk karena belum berhasilnya program diservisifikasi pangan; (c) produksi beras di Indonesia masih menujukkan kecenderungan yang fluktuatif akibat bencana alam, serangan hama penyakit dan kenaikan harga pupuk dan pepstisida; dan (d) usaha tani padi masih menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja di pedesaan. 
Sejalan dengan hal itu, maka dalam tulisan ini akan menguraikan bagaimana sesungguhnya dampak ekonomi dari produksi dan produktivitas padi, berdasarkan data yang di olah dari berbagai sumber. Dampak ini akan di lihat dari berbagai sudut. Berdasarkan data yang ada, perkembangan produksi, produktivitas dan luas panen padi pasca swasembada beras dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007 menunjukkan angka yang berfluktuasi, namun cenderung meningkat, yaitu dari 10.733.830 ha pada tahun 1994 menjadi 12.165.607 ha pada tahun 2007 dengan rata-rata laju pertumbuhan luas lahan sekitar 0,94 persen per tahun. Untuk produksi padi dari tahun 1994 sampai tahun 2007 dengan laju pertumbuhan rata-rata produksi padi sekitar 1,48 persen per tahun. Produktivitas padi juga meningkat dari tahun 1994 sampai tahun 2007, dengan laju pertumbuhan rata-rata produktivitas sekitar 0,56 persen per tahun.
Berdasarkan data yang ada, di ketahui bahwa perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas padi sangat rendah. Padahal diketahui program intensifikasi telah dilakukan. Hal ini mungkin saja dapat terjadi disebabkan oleh degradasi lahan, terutama pada sawah produktif yang selama ini  digunakan untuk intensifikasi usahatani padi.
Pada tahun 2008, ada perbedaan data antara Departemen Pertanian (Deptan), dan Badan Pusat Statistik (BPS), dan berdebat soal produksi padi nasional 2008. Deptan memprediksi produksi padi nasional, hanya sekitar 54,433 juta ton. Hanya ada peningkatan ratusan ribu ton dibanding produksi tahun 2007. Sebaliknya BPS mengatakan bahwa produksi padi nasional 58,2 juta ton, berarti ada kenaikan 1 juta ton dari produksi sebelumnya yang 57,03 juta ton. Beda pendapat dengan selisih angka yang cukup besar ini, bisa beresiko fatal bagi kebijakan pangan nasional, baik untuk impor, maupun ekspor beras. Dalam menghitung prediksi panen, Deptan menggunakan luas areal tanam, dari tingkat kecamatan, melalui Dinas Pertanian Kabupatan. BPS, sebenarnya juga punya aparat sampai dengan tingkat kecamatan, untuk menghitung beberapa indeks, termasuk luas areal tanam padi. Dinas Pertanian di tingkat kabupaten, tidak berurusan dengan statistik, melainkan peningkatan produksi, melalui penyuluhan.
Logikanya, angka-angka yang ditampilkan oleh BPS lebih akurat, dibanding angka-angka yang ditampilkan oleh Deptan. Tetapi peningkatan angka produksi yang demikian hebat, tentu meragukan banyak pihak. Sebab berdasarkan data resmi FAO selama lima tahun terakhir, produksi padi nasional Indonesia tercatat  50,460,800 (2001), 51.489.700 (2002), 52.137.600 (2003), 54.088.470 (2004), dan 53.984.590 ton (2005). Dari 2001 sampai dengan 2005, kenaikan produksi padi Indonesia rata-rata hanya 1,66%. Dengan patokan tersebut, logikanya produksi padi nasional tahun 2008 memang bisa mencapai 56,7 juta ton.
Dengan menggunakan logika di atas, perkiraan angka produksi beras nasional pada tahun 2008 hanya sekitar 56,7 juta  ton. Hingga angka produksi gabah hasil perhitungan  BPS yang mencapai 58,2 juta ton, pada tahun 2008 ini, masih terlalu tinggi. Dengan melihat angka produksi selama 2001 – 2005 versi FAO, maka angka produksi versi Deptan lebih bisa dipercaya. Sebab pada tahun 2005, produksi gabah 53,984 juta ton, justru mengalami penurunan, dibanding produksi nasional 2004 yang mencapai 54,088 juta ton.
Peningkatan atau penurunan produksi gabah nasional di Indonesia, selalu masih disebabkan oleh faktor alam. Baik berupa gangguan cuaca, maupun serangan hama serta penyakit tanaman. Faktor banjir dan kekeringan, merupakan penyebab gagal panen paling besar. Penurunan angka produksi gabah nasional tahun 2005, terutama disebabkan oleh faktor banjir, dan kekeringan. Hama yang paling banyak menyerang tanaman padi adalah wereng, walang sangit, dan tikus. Penyakit padi yang paling ganas adalah tungro. Produktivitas padi Indonesia, sebenarnya cenderung terus menurun. Peningkatan produktivitas melalui pencetakan sawah baru, terutama di luar Jawa, tidak pernah bisa mengimbangi alih fungsi lahan sawah untuk keperluan non pertanian, terutama di Jawa.
Pada tahun 2010 dikaitkan dengan  produksi beras dan inflasi, terjadi pergerakan inflasi antara tahun 2009 dan 2010 menunjukkan hal yang berlawanan. Tahun 2009 trend laju inflasi menurun sementara tahun 2010 trend laju inflasi meningkat. Tahun 2009 dimulai dengan inflasi yang cukup tinggi yakni 9.17% namun di akhir tahun tingkat inflasi tersebut dapat turun secara signifikan menjadi 2.78%. Sementara untuk tahun 2010, inflasi dimulai dari level yang rendah yakni 3,72 %, namun ditutup dengan level inflasi yang lebih tinggi yaitu 6.96%. Inflasi sebesar 6,96% tergolong tinggi. Penyebab tingginya inflasi didominasi oleh tekanan bahan pangan yang antara lain disebabkan terkendalanya pencapaian target produksi pangan akibat anomali cuaca. Kondisi cuaca yang tidak normal mengakibatkan menurunnya pasokan beberapa komoditas pertanian seperti cabe merah dan cabe rawit sehingga tidak dapat menahan lonjakan harga komoditas tersebut. Selain itu, kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia pada akhir tahun 2010 mendorong kenaikan harga minyak goreng domestik dan menjadi salah satu penyumbang inflasi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi kelompok volatile food pada Desember 2010 mencapai 3,29% (mtm) atau 17,74% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,69% (mtm) atau 13,77% (yoy) (Tinjauan Kebijakan Moneter BI-Januari 2011).
Perubahan cuaca ini tak hanya melanda Indonesia, tapi juga melanda hampir semua negara di dunia. Perubahan cuaca tersebut membuat laju inflasi volatile food mencatat kenaikan tertinggi.
Berdasarkan data yang ada juga dapat di lihat inflasi kelompok bahan pangan pada bulan Desember 2010 mencapai 2,81%. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Apalagi dari inflasi bahan pangan itu, beras merupakan komoditas terbesar penyumbang inflasi, yakni sebesar 1,29% dan komoditi terbesar penyumbang inflasi tahun 2010 adalah beras (1,29%) dan dilanjutkan dengan tarif listrik sebesar 0,36 persen dan cabai merah sebesar 0,32 persen. Tingkat inflasi beras yang tinggi akan menggerus daya beli masyarakat dikarenakan beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Keadaan ini selanjutnya akan meningkatkan garis batas kemiskinan sehingga berpotensi untuk meningkatkan jumlah masyarakat miskin. Kenaikan harga beras salah satu penyebab mahalnya harga beras adalah menurunnya pertumbuhan produksi padi antara lain akibat imbas dari perubahan cuaca. Perubahan cuaca tersebut juga telah membuat negara pengekspor beras utama dunia yaitu Vietnam dan Thailand melakukan pengetatan ekspor beras. Meskipun kedua negara ini mengalami surplus beras, mereka telah mengumumkan bahwa akan membatasi ekspor beras terkait anomali cuaca yang melanda. Hal ini menjadi sinyal kuat bagi Indonesia bahwa pengendalian harga beras tidak dapat diandalkan melalui impor. Berikut pergerakan harga beras domestik tahun 2010:
Trend meningkatnya harga beras memang tak lepas dari hukum permintaan dan penawaran barang. Indonesia sebagai negara Asia dengan konsumsi beras sangat tinggi yakni mencapai 139 kg per kapita per tahun. Padahal negara-negara Asia lainnya tak lebih dari 100 kg per kapita per tahun. Dengan demikian, total permintaan beras Indonesia menjadi sangat besar mengingat jumlah penduduknya lebih dari 230 juta jiwa. Permintaan terhadap beras yang tinggi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras yang memadai di dalam negeri. Pada saat ini jumlah permintaan dan penawaran beras di Indonesia relatif berimbang, dalam arti jumlah yang tersedia dan jumlah yang dikonsumsi berselisih tipis. Keadaan tersebut sangat riskan, karena apabila terjadi goncangan permintaan atau penawaran, harga beras akan mudah berfluktuasi. Disamping itu, cadangan beras untuk pengamanan ketersedian oleh Pemerintah dilakukan dengan kebijakan impor. Instrumen impor inilah yang digunakan dalam mengantisipasi perilaku pasar agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang justru memperkeruh pasar seperti aksi-aksi spekulasi. (Warta Ekonomi, No.26/XXII/29 Desember 2010-12 Januari 2011).
Mengandalkan pengamanan stok beras kepada impor merupakan problematika tersendiri. Misalnya, pada saat terjadi perubahan cuaca seperti sekarang ini, membuat negara eksportir beras mengamankan cadangan berasnya sendiri dengan menutup keran eskpor. Dengan demikian Indonesia tidak lagi dapat menggantungkan diri pada instrumen impor. Tak ada pilihan lain, Indonesia harus meningkatkan produktivitas beras dalam negeri. Salah satunya dengan memberikan insentif dan fasilitas tambahan kepada petani agar petani lebih bergairah, terutama jaminan harga jual padi pada musim panen. Indonesia sebetulnya memiliki kisah sukses dalam meningkatkan produksi beras nasional pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Namun demikian, turunnya tingkat pertumbuhan produksi padi tahun 2010 antara lain, berkemungkinan disebabkan oleh:
· Mengendurnya komitmen untuk peningkatan produksi yang selama ini diimplementasikan didalam GP2BN. Kini GP2BN sudah tidak terdengar lagi gaungnya bahkan di website Kementerian Pertanian gerakan ini sudah tidak ditemukan sejak tahun 2009. 
·   Tim monitoring yang anggotanya terdiri dari berbagai instansi seperti Ditjen Tanaman Pangan, BPS, Bulog, BPKP, Setwapres, PT.PUSRI (pupuk), PT. Sang Hyang Sri (benih) sejak tahun 2009 sudah tidak melakukan kegiatan monitoring. Tim monitoring terpadu ini selain berperan melakukan pemantauan di sentra-sentra produksi sekaligus juga berperan menyelesaikan permasalahan di lapangan seperti pupuk yang tidak sampai kepada petani atau benih unggul yang belum tersedia maupun permasalahan hambatan administrasi dalam pengadaan benih. 
·   Faktor perubahan cuaca yang hampir sepanjang tahun ditandai oleh curah hujan yang cukup banyak mengakibatkan menurunnya produksi padi lebak, meningkatnya serangan hama tanaman dan rusaknya tanaman padi akibat terendam banjir serta sulitnya mengeringkan gabah hasil panen.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

Jangan Lupa di Like Ya Sobat

×

About

Jangan Lupa di Like Ya Sobat

×