Belajar Partisipasi dari
Pengalaman Masyarakat
Oleh
Arya Ahsani Takwim
Banyak ruang partisipasi yang diperoleh
dari pengalaman selama proses belajar bersama masyarakat. Salah satunya adalah
dalam proses analisis kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi
bencana atau yang trend dikenal
dengan istilah PCVA. Disusun berdasarkan
prinsip dan nilai berbasis pada pendekatan hak untuk dapat meningkatkan
ketahanan (reselience) terhadap
risiko bencana. Hak yang dimaksud disini adalah bahwa manusia memiliki derajat
setara, bahwa setiap orang memiliki hak asasi yang harus di akui dan di junjung
tinggi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sebagai agen perubahan
masyarakat berproses untuk menyusun secara partisipatif sehingga hasilnya dapat
digunakan, dan masalah mereka dapat teratasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa partisipasi merupakan
keterlibatan masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu dalam berbagai
tahapan tindakan. Mulai dari keterlibatan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai dengan evaluasi program/kegiatan. Demikianlah PCVA, disusun bersama masyarakat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring sampai dengan evaluasi hasilnya.
PCVA bisa juga dikatakan sebagai
dokumen, karena memang bentuknya yang berupa dokumen. Berisi analisis
kapasitas, kerentanan dan ancaman, disusun atas dasar pengalaman bencana yang
pernah terjadi di masyarakat sehingga setiap orang diminta untuk dapat
bercerita, memberikan masukkan dan menentukan tindakan prioritas pengurangan
risiko bencana sesuai dengan kemampuan. Dalam konteks inilah, dokumen ini
memberikan banyak pembelajaran penting mengenai pentingnya partisipasi, pelibatan
masyarakat dalam menyusun perencanaan pembangunan desa. Kegiatan penyusunannya juga
dapat diartikan sebagai pembelajaran
partisipatif yang terdiri atas kegiatan belajar dan membelajarkan
secara partisipatif.
Dalam kerangka itu, maka keikutsertaan
masyarakat dalam aktivitas diskusi belajar partisipastif mulai dari
merencanakan hingga menilai (evaluasi) harus di mulai. Telah banyak strategi (pem)belajar(an) yang telah diupayakan dan secara
keseluruhan menuntut masyarakat untuk ikut serta
secara aktif dalam segala aktivitas pembangunan desa. Dengan berpikir dan berbuat secara kreatif, bebas,
terbuka dan bertanggung jawab untuk mempelajari hal-hal yang bermakna dalam
memenuhi kebutuhan hidup dan kepentingan bersama. Bila ditelaah lebih jauh, ternyata
partisipasi sangat dipengaruhi oleh faktor tujuan. Artinya masyarakat akan berpartisipasi,
terlibat aktif jika partisipasi itu bergubungan langsung dengan kehidupan dan
hampir seluruh aspek kehidupan ini memang saling berhubungan. Tidak ada satu
manusia pun yang mampu hidup sendiri-sendiri, karena bumi diciptakan terlampau
luas. Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam penyusun PCVA, mereka
sejak awal terlibat di dalamnya. Mereka aktif memberikan masukkan dan berbagi
sejarah kebencanaan di desa. Tidak hanya
di dominasi elit desa. Tokoh agama, tokoh pemuda, anak-anak sekolah dilibatkan
dalam proses penyusunan, sehingga data dan informasi yang akan menjadi isi dari
dokumen ini sangat kaya.
Saat ini, kesuksesan masyarakat dalam praktek
partisipasi di lapangan melalui pelibatan semua perangkat pembangunan desa
berbuahkan hasil. Dokumen ini misalnya, telah dijadikan sebagai rujukan dan
pedoman seluruh elemen masyarakat dalam melakukan aktivitas pembangunan di desa
yang bukan hanya untuk mengurangi risiko bencana. Lebih daripada itu, dokumen
ini juga telah menjadi satu dokumen strategis rencana program jangka menengah
desa. Ini dapat dimengerti, karena selain penyusunannya yang partisipatif juga
merupakan konsepsi bersama pemangku kepentingan desa.
Oleh masyarakat, pembangunan jalur
evakuasi di Desa Sembalun Lawang sesungguhnya telah lama di upayakan. Berbagai
cara telah dilakukan agar pemerintah desa bahkan pemerintah daerah dapat
menggelontorkan sedikit dananya. Namun, pemerintah selalu berkilah, bahwa jalur
yang sudah ada saat ini meskipun kondisinya rusak masih dapat dilewati kalau
bencana hadir. Tak senang dengan pernyataan ini, masyarakat dengan pendapatan
yang minim, berinisiatif secara swadaya untuk membangun jalur ini pada tahun 2010 lalu. Karena dana yang terkumpul secara swadaya jumlahnya tidak banyak,
sehingga pengerjaannya pun asal-asal. Tatkala hujan turun, jalur kembali rusak.
Jalur evakuasi yang ada saat ini memang bila di lihat di lapangan, kondisinya
terlalu curam dan sempit untuk di lewati. Ketika bencana banjir 2012, jalur ini
digunakan untuk evakuasi warga dan tim mengalami beberapa kesulitan. Tak ayal,
segulung tali pramuka menjadi dewa penolong. Fakta inilah yang kemudian memberikan
peluang kepada masyarakat Sembalun Lawang bahwa jalur ini menjadi urusan penting
dan segera, karena tidak ada jalur lain yang bisa dilewati ketika bencana
selain dengan jalur ini sehingga wajib sifatnya memperbaiki jalur ini. Bila
tidak kerentanan (vulnerability) akan
semakin meningkat.
Ketika proses penyusunan PCVA, kerentanan ini muncul dan melalui
berbagai seleksi. Usulan untuk membangun jalur evakuasi menjadi prioritas dalam
rencana aksi masyarakat. Karena di dasarkan pada hasil PCVA, sehingga
pembangunan jalur evakuasi masuk dalam perencanaan pembangunan desa dan
mendapatkan dukungan pendanaan melalui alokasi dana desa. Hal serupa juga
terjadi ketika pembangunan beronjongan di Desa Sembalun Lawang diusulkan. Tidak
banyak elit politik desa yang menganggap pembangunan beronjongan ini penting. Namun
masyarakat menganggap ini kebutuhan mendesak bagi mereka. Dengan argumentasi,
pembangunan beronjongan akan menjawab kerentanan banyak orang (universal) dan akan berdampak pada
kehidupan masyarakat... (bersambung)
Luar biasa bang,..
BalasHapustetap semangat untuk berkarya,.